Buya Hamka; Ulama yang Membalas Air Tuba dengan Susu

ulama hamka

Hamka atau lebih dikenal dengan Buya Hamka adalah singkatan dari Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah, beliau merupakan salah satu sosok dai yang memiliki peran besar dalam perkembangan Islam di Indonesia khususnya di Sumatera Barat. Beliau lahri pada 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat. Perjalanan dakwahnya meneruskan perjuangan ayahnya yang bernama Syekh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenal sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau

Dalam catatan sejarah, Buya Hamka pernah diserang secara politis oleh penguasa saat itu. Adalah Soekarno dan Mohammad Yamin, melalui kekuatan media cetak milik Pramoedya Ananta Toer, merilis berita headline yang membunuh karakter pribadi Buya Hamka. Pembunuhan karakter via media pun banyak ditemukan jaman milenial sekarang ini. Namun apakah Buya Hamka gentar saat itu? Tidak! Beliau tak menanggapi bahkan cuek bebek. Belua lebih fokus pada penegakan amar makruf nahi mungkar. Oelh para sejarawan, sikap itu membuat beliau membuat para penyerang makin membencinya. Sampai akhirnya beliau dijebloskan ini ke dalam penjara tanpa melewati persidangan.

Saat di penjara, apakah Buya Hamka sedih, meratap, marah? Tidak! Penjara tak mampu mengekang kehebatan Buya Hamka. Selama dua tahun empat bulan dalam penjara, justeru dijadikan ajang menyelesaikan karya besarnya, yaitu Tafsir al-Quran 30 juz yang diberi nama Tafsir al-Azhar.

Tuhan tidak tidur. Nasib Pramoedya, Mohammad Yamin dan Soekarno, dibalas oleh Allah dengan kuasa dan kelembutanNya.Ternyata Allah masih sayang pada mereka, Pramoedya, Mohammad Yamin dan Soekarno. Kekejian mereka pada Buya Hamka tidak harus diselesaikan di akhirat. Allah mengizinkan masalah ini diselesaikan di dunia.

Pramoedya di masa tuanya menyadari dan menyesali kesalahannya di masa lalu. Ia mengirim putrinya, Astuti dengan calon suaminya, Daniel yang mualaf untuk belajar Islam pada Hamka sebelum mereka menjadi suami istri. Apakah Hamka menolak? Tidak! Justru dengan hati yang sangat lapang Hamka mengajarkan ilmu agama pada anak dan calon menantu Pramoedya tanpa sedikit pun mengungkit-ungkit kekejaman Pramoedya. Astuti, anak perempuan Pramoedya pun menangis haru melihat kebesaran hati ulama besar ini. Hamka juga yang menjadi saksi atas pernikahan anak Pramoedya.

Mohammad Yamin lain lagi. Saat di masa tuanya dia sakit keras, dia sadar akan kesalahannya, lalu meminta orang terdekatnya untuk memanggil Buya Hamka. Dengan segala kerendahan hati dan penyesalannya pada ulama besar ini, Mohammad Yamin meminta maaf atas segala kesalahannya. Dalam kesempatan nafas terakhirnya, tokoh besar Indonesia, Mohammad Yamin pun meninggal dunia dengan ucapan kalimat-kalimat tauhid yang dituntun oleh Hamka.

Tak berbeda dengan Soekarno, Buya Hamka tidak membalas apa yang dilakukan kepadanya, justru berterima kasih dengan hadiah penjara yang diberikan padanya karena berhasil menulis buku yang menjadi dasar umat Islam dalam menafsirkan al-Quran. Tak ada marah, tak ada dendam, ia malah merindukan tokoh besar Indonesia, proklamator bangsa karena telah membuat ujian hidup sang Buya menjadi semakin berliku namun sangat indah. Hamka ingin berterima kasih untuk itu semua. Tanggal 16 Juni 1970, seorang ajudan Soekarno datang ke rumah Hamka membawa secarik kertas bertuliskan pendek;

“Bila aku mati kelak, aku minta kesediaan Hamka untuk menjadi imam salat jenazahku.”

Hamka langsung bertanya pada sang ajudan, “Di mana? Di mana beliau sekarang?” Dengan pelan dijawab, “Bapak sudah wafat di RSPAD, jenazahnya sedang dibawa ke Wisma Yoso.”

Mata sang Buya menjadi sayu dan berkaca-kaca. Rasa rindunya ingin bertemu dengan tokoh besar negeri ini malah berhadapan dengan tubuh yang kaku tanpa bisa berbicara. Hanya keikhlasan dan pemberian maaf yang bisa diberikan Hamka pada Soekarno. Untaian doa yang lembut dan tulus dipanjatkannya saat menjadi Imam salat Jenazah Presiden Pertama Indonesia.

*Terima kasih Buya, engkau membalas air tuba dengan air susu. terima kasih atas pembelajaran kehidupan dari cerita hidupmu…*