Logical Fallacy; Kesalahan Berpikir yang Banyak di Sekitar Kita

kesalahan berpikir
Ilustrasi

Logical Fallacy dalam bahasa Inggris disamakan dengan Logic Deception, atau dalam bahasa Indonesia berarti logika penipuan, logika yang menipu atau logika tipu muslihat. Disebut demikian karena orang yang terjebak Logical Fallacy dipastikan akan menipu orang dengan argumennya.

Logical Fallacy merupakan kesalahan berpikir, namun tidak semua kesalahan berpikir bisa disebut Logical Fallacy. Setidaknya ada tiga indikator yang menjadi syarat. Pertama, pastinya terdapat kesalahan dalam logika berpikirnya; Kedua, Logical Fallacy diterapkan dalam argumen baik itu argumen logis secara keseluruhan maupun argumen interpretatif; dan ketiga, menipu pendengar.

Sebenarnya, Logical Fallacy sering sekali kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, namun kita anggap sebagai hal biasa-biasa saja, mungkin karena belum dipahami, tidak sadar, atau memang sengaja kita maklumi. Bahayanya, kalau kita tidak sadar, Logical Fallacy ini akan membuat menipu, atau tidak sadar bahwa sebenarnya ada yang salah dari alasan itu.

“Wah, badan sudah gemuk yaa…. Sudah sejahtera kayaknya. Kamu sudah jadi orang kaya ya?”

Kalimat sederhana seperti itu sering kita temukan adalah contoh kecil Fallacy. Dalam logika kalimat itu; kaya dan sejahtera itu badannya gemuk, dan kalau orang memiliki badan gemuk berarti orang tersebut kaya dan sejahtera. Padahal kan belum tentu, meski kebanyakan demikian.

Contoh di atas mungkin tidak terlalu berpengaruh kepada kehidupan kita, tapi perhatikan beberapa hal fallacy yang diungkapkan politisi atau tokoh publik. Sangat banyak terutama di negara yang mengusung kebebasan berpendapat, hanya saja kita tidak memperhatikannya.

Logical Fallacy dan Contohnya

Mari kita lihat beberapa bentuk Logical Fallacy beserta contohnya:

Over Generalization

Logical Fallacy over general adalah menggenarilisir sesuatu yang kecil menjadi skala besar. Misalnya, kamu punya pengalaman kenal dengan 3 pria Bugis. Kebetulan ketiganya menyakiti perasaanmu. Akhirnya kamu simpulkan, semua pria Bugis bikin sakit perasaan orang. Pria Bugis jahat!

Dalam contoh yang lebih berbahaya. Dari tiga bupati yang kamu dukung melalui pemilihan langsung, semuanya menang, namun juga semua mengecewakan. Janjinya tidak ada yang ditepati. Lalu kamu simpulkan semua bupati hasil pemilihan langsung tidak bagus, pembohong. Lebih besar lagi, hentikan pemilihan langsung!

Circular Reasoning

Logical Fallacy dalam bentuk circular ini adalah argumen berputar tanpa mampu menjelaskan kecuali dengan cara berputar. Perputaran terjadi pada dua objek, bahkan bisa tiga tau lebih.

Contoh; menurutmu tuhan itu ada? Iya tuhan itu ada karena kitab saya menyebutkan bahwa tuhan itu ada. Dari mana kamu tahu bahwa kitab itu bener? Ya karena kitab itu adalah firman tuhan. Kembali lagi, apa bukti tuhan itu ada dan berfirman? Tuhan ada karena kitab saya menyebutkan itu. Berputar kan?

Dalam contoh terbaru, misalnya “sebagai manusia, orang yang bekerja di KPK juga perlu diawasi. Olehnya itu kita bentuk pengawas. Pengawas inilah yang akan mengawasi kinerja orang-orang di KPK.” Pengawas KPK itu manusia juga, siapa yang mengawasi? Presiden (misalnya). Presiden juga manusia. Kalau presiden korupsi? Kan ada KPK…

Straw Man

Straw Man artinya orang-orangan sawah. Maksud Logical Fallacy model ini adalah menciptakan argumen baru buatan berkaitan dengan argumen lawan sebelumnya, namun pada dasarnya dialihkan dalam bentuk yang diciptakan sendiri.

Misalnya, dalam debat capres membahas mengenai hak kepemilikan tanah. Calon A mengatakan “Kita harus memperkuat kepemilikan pribumi dan jangan monopoli.” Nah, capres B sebagai lawan debatnya, menggunakan Logical Fallacy Straw Man dengan berkata “bagaimana bapak bisa menjaga persatuan, kalau masih berkutat pada persoalan pribumi dan non-pribumi?”

Sepintas kedengaran kalau argumen yang bagus, tapi sebenarnya itu merupakan kesalahan berpikir dengan menciptakan hal lain di luar dari konteks debat yang membahas kepemilikan tanah. Tujuannya tentu ingin mengalihkan perhatian seperti fungsi orang-orangan sawah.

Poisoning the Well

Logical Fallacy Poisoning the Well, yaitu argumen dengan cara berpikir yang sebenarnya tidak tepat, keliru atau tak ada hubungan, namun dipaksakan. Ini biasanya terjadi jika debat antara satu dengan yang lain dalam posisi tak seimbang secara strata. Misal, antara pejabat dan rakyat, dosen dan mahasiswa, atasan dan bawahan, dll. Sehingga peluang memaksa dengan membuat posisi baru lebih besar.

Misalnya, ulama adalah orang yang dianggap memiliki pengetahuan agama, disegani di masyarakat, pemberi fatwa syariah, dst. Ulama adalah gelar pemberian masyarakat dan tak perlu ijazah apalagi sertifikat.

Poisoning the well terjadi; dalam rangka menangkal radikalisme, maka ulama akan disertifikasi. Hanya orang yang memiliki sertifikat ulama yang boleh menjadi ulama. Logical Fallacy karena gelar ulama bukan karena sertifikat!

Argumentum ad Hominem

Argumentum ad Hominem adalah Logical Fallacy yang berargumen dengan menyerang pribadi. Ini paling marak ditemukan di era media sosial yang makin ramai. Di media sosial sering saya temukan Logical Fallacy seperti ini.

Misalnya, saat Beddu mengkritik kebijakan pemerintah yang impor beras di status Facebooknya, tiba-tiba ada yang komentar, “ah bisanya hanya mengkritik pemerintah, kelahiran 2008 banyak bacot. Dasar miskin, malas kerja, mulut sampah! Apa yang sudah kamu lakukan untuk bangsa ini.”

Fallacy hominem. Yang dikritik beras, tapi yang diserang pribadi orang yang mengkritik dengan kata miskin, malas, dan mulut sampah.

Force Dichotomy

Logical Fallacy model ini yaitu memaksa dan memposisikan seseorang dalam satu kotak dan menganggap hanya ada dua pilihan alternatif saja, meskipun sebetulnya terdapat banyak alternatif.

Dalam contoh yang sering terjadi. Ketika ada yang mengkritik pemerintah maka dianggap sebagai orang dari kubu kampret. Atau sebaliknya, ada yang menyanjung pemerintah akan dianggap sebagai orang dari kubu cebong. Padahal belum tentu. Bisa jadi yang mengkritik pemerintah juga dari kubu cebong atau bukan kampret dan bukan pula cebong. Masih banyak alternatif, bukan hanya kampret dan cebong!

kesalahan berpikir
Ilustrasi

Sebenarnya ada banyak model Logical Fallacy, namun yang saya ulas pada artikel ini sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari, apalagi tensi kehidupan sosial yang kian memanas.

Cara Menghadapi Logical Fallacy

Lalu, bagaimana cara menghadapi orang yang sebenarnya melakukan salah satu Logical Fallacy di atas atau mungkin semuanya? Cara terbaik adalah memberikan penjelasan dengan bijak. Misalnya, ada yang melakukan force dichotomy seperti kasus tadi, kita jelaskan bahwa saya bukan kampret dan cebong, saya hanya manusia biasa yang tak luput dari salah dan cinta. Eitsss…

Cara kedua, abaikan dan tak perlu dilayani. Pengalaman saya, sangat sulit meluruskan orang yang Logical Fallacy akut. Rata-rata mereka cenderung merasa benar dan paling benar. Yah, lebih baik ditinggalkan, itu kalau tak ingin mencoba cara pertama.