“Mattoleko (kamu merokok)?” Tanya ustadzku dengan tegas dan suara tinggi.
“Ye, dee pung. (Tidak ustadz).” Jawabku sambil tertunduk takut.
Magi pale’ ma bau pelo (lalu kenapa kamu bau rokok)?” Tanya beliau lagi.
Saya hanya bisa tertunduk. Tak lama saya menjawab, “Ko dee ta mateppe’, ta tana mui sibawakku. (Kalau nggak percaya, tanya aja teman ku)”. Sebuah jawaban yang sangat keliru dari seorang santri kepada ustadz nya.
Anda tahu tendangan seribu bayangan? Atau tendangan beruntun kaki kanan tetap di atas dan kaki kiri tak pernah berubah, kokoh sebagai kuda-kuda? Bayangkan, itulah yang menimpaku akibat dari jawaban itu, pinggulku jadi sasaran tendangan seribu bayangan, dari kelas sampai tengah lapangan. Jaraknya kira kira 30 meter.
Saya lalu di keluarkan dari pondok. Sedih, takut, bercampur jai satu. Mau pulang mengadu ke orangtua, dipastikan bukan mendapatkan pembelaan, tapi mendapat tambahan. Mungkin tendangan seribu bayangan plus pukulan sejuta bayangan. Ngeri!
Kejadian di pondok pesantren Asadiyah Putra 22 tahun lalu itu hanya sekelumit dari selaksa kisah seorang santri. Masih banyak kisah unik santri yang mengandung hikmah besar sekaligus menjadi pembeda dengan pola pendidikan dan konteks sosial pendidikan sekarang.
Sekarang di sekolah umum, banyak guru yang acuh tak acuh. Mereka mengajar sekedar menunaikan tugas bukan menyelesaikan tanggungjawab. Jadi guru hari ini, jangan coba-coba menggunakan tendangan seribu bayangan! Anak pasti mengadu, dan orang tua bersikap seperti anak-anak, lalu membawa masalah ke aparat.
Seorang santri beda dengan siswa yang non santri. Apapun yang diterima dari ustadz itu adalah sesuatu banget, itu adalah baik, itu adalah tujuan. Orang tua yang paham dengan santri juga demikian. Mereka paham bahwa semua itu untuk kebaikan anaknya.
Prinsipnya, lebih baik ustadz nya memukul anaknya saat di pondok, dibanding kerasnya dunia yang akan menempeleng anaknya kelak. Ustadz di pondok adalah orang tua kedua bagi anaknya. Itu jauh lebih bernilai dibanding jumlah pembayaran santri saat mondok.
Perbedaan kedua antara santri dan non santri adalah sifat penurut. Hampir semua pakar pendidikan kekinian merekomendasikan pola atau metode pendidikan dua arah. Harus ada interaksi timbal balik antara guru dan siswa. Di pondok pesantren, interaksi dua arah bisa terjadi antara santri dan ustadz, jika diizinkan. Selain itu la yajuuz, tidak boleh!
Saat ustadz mengajarkan “jika mufrad di jar dengan kasrah”, ya sudah santri nurut, terima, itu adalah kebenaran mutlak. Lebih jauh dari itu. Kalau ustadz di pondok pesantren mengatakan jangan pulang kampung! Jangan coba-coba membantah. Kosekuensinya kualat!
Santri nurut? Iya, itu pasti! Ada dua alasan besar.
Transfer ilmu yang baik tidak selamanya harus dengan dua arah. Bahkan ada beberapa bidang ilmu yang harus ditransfer dengan metode satu arah. Misalnya ilmu tentang tauhid, keyakinan. Dan kalau di pondok pesantren merambah ke ilmu-ilmu yang lain.
Interaksi dua arah meniscayakan keraguan sebagai dasar. Seorang siswa akan menanggapi, jika muncul keraguan atau setidaknya titik tanya dalam pikirannya. Sedangkan keyakinan itu la yazalu bi syak. Di dalam keyakinan tidak boleh ada keraguan.
Olehnya itu, jika ustadz di pondok pesantren mengatakan ini, ya ini! Jangan ada lagi ragu, jangan ada lagi pikiran “jangan jangan bukan ini tapi itu”. Karena jika ragu, maka keyakinan akan ilmu itu juga hilang.
Kedua, santri nurut karena ngarep berkah. Santri kalau mau sukses di pondok pesantren dan di luar pondok pesantren, tak cukup dengan modal ilmu yang didapat, tapi lebih jauh harus dengan berkah. “Barakka” dalam bahasa bugis.
Berkah, Barakka’, al-Barkatu dalam bahasa Arab diartikan ni’mah (kenikmatan), al-Sa’adah (kebahagiaan), al-Namaau, al-Ziyadatu (penambahan). Definisi lain yang sempat saya temukan adalah suatu kenikmatan atau suatu kebahagiaan atau sebuah penambahan, karunia Tuhan.
البركة هى زيادة الخيرفى ذات الخير
“Berkah adalah bertambahnya kebaikan pada sesuatu yang baik”.
Dalam definisi hikmah, barakka’ bisa diartikan dengan sinergi. Berbeda dengan energi, ketika dipakai akan habis sementara sinergis merupakan suatu proses energisasi yang berkelanjutan, tak berkesudahan (unlimited).
Singkatnya, keberkahan tidak memihak kepada benda-benda apapun jenisnya. Ini berarti asumsi sementara, keberkahan akan muncul dari sesuatu yang baik dengan landasan cinta. Dan tanda cinta yang terbesar adalah menuruti apa saja permintaan yang dicintai. Itulah sebabnya, santri harus nurut!
Selamat hari santri 2020